Jakarta, Kicaunews.com – Aksi bapak dan anak pengasuh pondok pesantren di Kecamatan Karangan, Trenggalek dalam mencabuli 12 santriwati mereka berakhir sudah. Polisi telah menetapkan keduanya sebagai tersangka dan segera melakukan penahanan.
Sang bapak, M (72) dan putranya, F (37) telah menjalani rangkaian pemeriksaan maraton atas laporan 4 orang santriwati yang mengaku menjadi korban pencabulan secara berulang selama 3 tahun terakhir.
Kapolres Trenggalek AKBP Gathut Bowo Supriyono memastikan bahwa penetapan tersangka M dan F itu telah didasarkan pada proses pemeriksaan sesuai prosedur. Selain menetapkan tersangka, polisi juga memutuskan untuk menahan keduanya.
“Perkembangannya, kemarin sampai dengan pemeriksaan terhadap tersangka, kemudian akhirnya tersangka kami tahan,” ucap AKBP Gathut Bowo Supriyono, saat dikonfirmasi di Pendapa Menggala Praja Nugraha, Trenggalek, Jumat (15/3/2024).
Polisi memutuskan menahan M dan F pada Jumat sekitar pukul 3.00 WIB. Sepanjang pemeriksaan secara maraton itu polisi mengakui bahwa kedua tersangka bersikap cukup kooperatif.
Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Zainul Abidin menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan, M dan F yang merupakan pengasuh ponpes itu mencabuli 12 santriwatinya dengan berbagai cara.
Dia jelaskan bahwa berdasarkan keterangan 4 saksi korban, pencabulan itu dilakukan antara 2021-2024. Saat melakukan perbuatan bejatnya M maupun F kerap memanggil korban untuk membersihkan kamar atau rumah sang kiai.
“Modusnya itu ada yang disuruh untuk bersih-bersih kamar, terus ada yang didatangi saat bersih-bersih ruangan tamu dan sebagainya. Ya macam-macam modusnya,” ucap Abidin, Rabu (13/4).
Abidin memastikan meski bapak dan anak itu tidak sampai melakukan pemaksaan hubungan intim atau pemerkosaan, keduanya sempat menyentuh bagian sensitif korban.
“Belum, belum sampai terjadi persetubuhan,” ujarnya. “Yang bersangkutan (kedua tersangka) memang mengakui perbuatannya.”
Berdasarkan hasil penyidikan polisi, jumlah korban tidak hanya 4 orang. Diperkirakan ada 12 orang santriwati yang saat ini mengalami trauma usai menjadi korban pencabulan.
Kasus pencabulan 12 santriwati oleh pengasuh ponpes ini menjadi perhatian Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin. Dia mendukung penuh proses hukum yang sedang dilakukan oleh kepolisian.
Bahkan, bupati yang akrab disapa Mas Ipin itu menyebutkan bahwa sebenarnya Pemkab Trenggalek telah mengetahui kasus ini sejak 2 bulan sebelum polisi melakukan tindakan.
Setelah pembukaan Pondok Ramadan di Pendapa Manggala Praja Nugraha, Trenggalek Jumat siang, Cak Ipin mengatakan Dinas Sosial sengaja tidak membuka kasus itu karena masih fokus pada upaya pendampingan terhadap para korban.
“Tidak kami blow up di awal karena takutnya nanti ada pembungkaman terhadap korban, ada korban yang kemudian malu untuk lapor. Jadi memang kami biarkan, kami kumpulkan semua bukti-bukti terlebih dahulu,” tuturnya.
Pemkab Trenggalek berkomitmen mendampingi seluruh korban, mulai dari sisi hukum hingga psikologi. Pihaknya juga mendukung upaya kepolisian dan aparat penegak hukum untuk memproses kedua tersangka hingga mendapatkan putusan hakim.
“Pemerintah kabupaten beserta kepolisian dan aparat semua yang menangani kita berpihak pada korban dan kita akan menegakkan keadilan seadil-adilnya apalagi ini kasus kekerasan seksual,” pungkasnya. (Red)