Jakarta, Kicaunews.com- Vivin Alwan
Ketua Umum Wanita Indonesia Pemerhati Pariwisata
Ketika dunia menyebut “Indonesia”, ada sebagian besar orang langsung membayangkan Bali pulau eksotis dengan pantai indah, pura megah, serta budayanya yang menawan. Tapi sejatinya Indonesia merupakan gugusan surga yang jauh lebih luas dari sekadar Bali. Hamparan pasir putih di Kepulauan Kei, danau tiga warna di Kelimutu, hingga keheningan alam di Raja Ampat adalah bukti bahwa Indonesia yang indah dan menawan bukan hanya Bali. Setiap sudut Nusantara menyimpan pesona yang belum sepenuhnya tersingkap. Indonesia bukan hanya satu pulau, melainkan mozaik keindahan dan keragaman yang menunggu untuk ditemukan.
Secara umum selama puluhan tahun, nama Bali telah menjadi ikon utama pariwisata Indonesia di mata dunia. Hampir setiap promosi wisata internasional menampilkan pantai Kuta, Ubud, atau Nusa Penida sebagai wajah utama negeri ini. Namun di balik popularitasnya, muncul pertanyaan penting: apakah Indonesia hanya Bali? Jawabannya jelas tidak. Indonesia jauh lebih luas, lebih beragam, dan menyimpan surga-surga tersembunyi yang belum banyak dikenal dunia.
Dominasi Bali Serta Ketimpangan Promosi Wisata
Dari data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa lebih dari 40% wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia memilih Bali sebagai destinasi utama. Sementara daerah lain seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, atau Sulawesi hanya memperoleh sebagian kecil dari total kunjungan. Ketimpangan ini mencerminkan persoalan mendasar promosi pariwisata nasional yang masih terpusat pada satu wilayah yaitu Bali sebagai sentral pariwisatanya Indonesia. Fenomena ini bisa dipahami secara historis dan ekonomis, karena Bali memiliki infrastruktur yang lebih matang, promosi global yang kuat, serta reputasi budaya yang sudah lama diakui. Namun di sisi lain, ketergantungan pada satu destinasi menimbulkan risiko lemahnya ekonomi di daerah wisata yang lain dan lingkungan, sekaligus menutup peluang bagi daerah lain untuk berkembang.
Wisata Daerah Surga yang Belum Tersentuh
Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dan ratusan destinasi potensial yang belum tergarap maksimal.
Beberapa contohnya adalah Pertama Raja Ampat “Papua Barat Daya” dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Kedua Kepulauan Togean “Sulawesi Tengah” yang menawarkan ketenangan dan keaslian alam. Ketiga Sumba “Nusa Tenggara Timur” dengan padang sabana dan tradisi megalitiknya. Kelima Kepulauan Kei “Maluku Tenggara” yang disebut sebagai pantai tropis terbaik di Asia oleh beberapa media internasional dan masih banyak lagi tempat wisata yang belum disoroti di mata dunia karena, minimnya akses transportasi, infrastruktur, dan dukungan promosi membuat tempat-tempat ini belum menjadi pilihan utama wisatawan. Padahal, destinasi ini menawarkan keaslian dan keberlanjutan yang kini semakin dicari oleh wisatawan global.
Pemerataan pariwisata bukan sekadar soal promosi, melainkan strategi pembangunan nasional. Ketika wisata terfokus di satu wilayah, manfaat ekonominya hanya dirasakan oleh segelintir daerah. Sebaliknya, jika wisatawan tersebar ke berbagai pulau, maka ekonomi lokal akan tumbuh lebih merata dari usaha kecil, pengrajin, hingga pelaku budaya.
Pemerintah sebenarnya telah menggagas program “10 Bali Baru” yang mencakup destinasi seperti Danau Toba, Mandalika, Likupang, dan Labuan Bajo. Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan dalam hal pendanaan, keterlibatan masyarakat, dan kesinambungan lingkungan. Tanpa pengelolaan yang berbasis komunitas dan pelestarian alam, program ini berisiko meniru kesalahan pariwisata massal seperti di Bali.
Potensi Indonesia yang Tersembunyi
Negara ini menyimpan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, namun belum banyak dikenal dunia diantaranya adalah. Raja Ampat (Papua Barat Daya) memiliki 75% spesies karang dunia dan sering disebut The Last Paradise. Namun jumlah wisatawannya masih di bawah 50 ribu per tahun jauh dibanding Bali yang menembus jutaan. Wakatobi (Sulawesi Tenggara) diakui UNESCO sebagai Biosphere Reserve, tapi masih minim akses langsung dan promosi internasional. Sumba (NTT) dengan sabana dan budaya ikatnya, baru dikenal setelah diangkat media asing seperti Forbes dan Vogue Travel. Danau Toba (Sumatra Utara) dan Labuan Bajo (NTT) baru naik daun setelah dijadikan Destinasi Super Prioritas oleh pemerintah.
Lima Rekomendasi Kebijakan Destinasi Untuk Bisa Nasik Kelas Tanpa Merusak
Pertama paket konektivitas prioritaskan rute feeder (pesawat/kapal) dari hub regional ke destinasi prioritas. Kedua promosi bertarget kampanye global yang menonjolkan niche (diving, budaya, eco-luxury) bukan hanya “lebih banyak wisatawan”. Ketiga pelibatan komunitas pemberdayaan homestay, pemandu lokal, kriya, dan wedding atau retreat lokal sehingga manfaat ekonomi menyebar. Keempat Manajemen kuota dan konservasi terapkan kuota kunjungan, zonasi kegiatan wisata, dan sistem pajak yang mengembalikan dana untuk restorasi perlindungan. Kelima data terpusat integrasikan data kunjungan di level kabupaten ke platform nasional sehingga perencanaan berbasis bukti jadi lebih mudah.
Menemukan Indonesia yang Sesungguhnya
Menjelajahi Indonesia lebih dari sekadar berlibur ini, adalah perjalanan menemukan jati diri bangsa yang kaya, toleran, dan beragam. Ketika melangkah keluar dari zona wisata populer, kita tak hanya menemukan keindahan alam, tapi juga keramahan manusia dan kearifan lokal yang menjadi ruh sejati Indonesia. Sudah saatnya Indonesia mengubah arah promosi wisata dari “Bali-sentris” menuju pendekatan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Menjadikan Raja Ampat, Sumba, atau Togean sebagai ikon baru bukan berarti menyaingi Bali, tetapi menyebarkan cahaya pariwisata ke seluruh pelosok Nusantara. Indonesia tidak kekurangan surga yang kurang hanyalah kemauan untuk menemukannya dan keberanian untuk memperkenalkannya kepada dunia.


















