Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Berita

Dr. Minsarwati: Ketika Racun Dibalut Estetika, Ilusi ‘Sehat’ Vape Ancam Masa Depan Anak Sekolah dan Mahasiswa

243
×

Dr. Minsarwati: Ketika Racun Dibalut Estetika, Ilusi ‘Sehat’ Vape Ancam Masa Depan Anak Sekolah dan Mahasiswa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Jakarta, Kicaunews.com — Rokok elektrik atau vape kini menjadi musuh baru yang samar namun berbahaya. Dengan kemasan modern, rasa manis, dan promosi lewat visual yang memikat, vape dengan mudah menyusup ke ruang digital anak muda dan lingkungan kampus tanpa banyak perlawanan.

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh setiap 31 Mei seharusnya menjadi momentum reflektif bagi masyarakat untuk menyadari bahwa ancaman bukan hanya datang dari rokok konvensional, tetapi juga dari produk turunan seperti vape. Ancamannya tersembunyi, tetapi nyata.

Example 300x600

Ini bukan sekadar soal gaya hidup, melainkan tentang jebakan nikotin yang dibungkus dalam estetika kekinian.

Vape: Ketika Racun Dibalut Estetika

Vape kerap dipasarkan sebagai “alternatif sehat” dibanding rokok konvensional. Tapi faktanya, vape tetap mengandung zat adiktif dan racun kimia berbahaya.

Promosi industri sering menutupi fakta ini dengan desain menarik, rasa buah-buahan, dan nuansa futuristik. Padahal, produk ini bisa menimbulkan adiksi dan merusak kesehatan jangka panjang, terutama bagi anak sekolah dan mahasiswa.

Banyak pengguna muda bahkan tidak menyadari bahwa mereka telah terpapar nikotin dan zat karsinogenik (penyebab kanker), karena kemasan dan promosi tidak menunjukkan risiko secara transparan. Inilah ilusi sehat yang sengaja dibangun oleh industri untuk memperluas pasar.

Beberapa kandungan utama dalam vape yang perlu diketahui masyarakat, khususnya orang tua, guru, dan pelajar Nikotin: Sama seperti rokok konvensional, nikotin dalam vape sangat adiktif (menimbulkan efek kecanduan), dapat memengaruhi perkembangan otak remaja, mengganggu kemampuan belajar, fokus, dan kontrol diri serta meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker.

Perasa Buatan: Banyak perasa dalam vape mengandung diasetil, yang dikaitkan dengan terjadinya bronchiolitis obliterans atau ‘popcorn lung’. Selain itu, juga mengandung senyawa organik volatil (VOC) yang dapat mengiritasi paru dan sistem pernapasan.

Zat Kimia Lain, seperti Propilen Glikol & Gliserol merupakan pelarut cairan vape yang bisa mengiritasi paru dan mata. Adanya zat karsinogenik: seperti Tobacco-Specific Nitrosamines, formaldehida, dan asetaldehida, selain itu terdapat logam berat seperti nikel, timah, dan logam berat lain yang bisa terhirup.

Celah Regulasi dan Penetrasi Pasar Usia Sekolah

Pemerintah sejatinya tidak tinggal diam. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, telah ditegaskan melalui pasal 435 bahawa semua produsen dan importir rokok elektrik wajib mematuhi standardisasi kemasan, termasuk desain dan keterangan tertulis. Ditambah pada pasal 437–438, bahwa setiap kemasan vape wajib menampilkan peringatan kesehatan bergambar dan tertulis menyatu dengan kemasan bagian atas, pada sisi lebar bagian depan dan belakang dengan jenis huruf dan warna yang jelas dan mencolok.

Ternyata bukan hanya itu, pengendalian konsumsi rokok juga diperkuat melalui kebijakan fiskal. Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2024 yang mengatur tarif cukai hasil tembakau, termasuk rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya. Kebijakan ini bertujuan membatasi akses, terutama bagi anak muda, serta menekan daya tarik ekonomi produk-produk adiktif ini.

Namun sayangnya, regulasi belum menjangkau jantung masalah, seperti distribusi yang masih bebas di platform digital dan kurangnya pengawasan di lingkungan sekolah dan kampus. Banyak remaja dengan mudah membeli vape secara online tanpa verifikasi usia, bahkan menyimpannya seperti mainan.

Sekolah dan Kampus: Garda Depan Pencegahan

Dalam situasi yang memprihatinkan ini, institusi pendidikan—baik sekolah maupun kampus—harus menjadi benteng utama dalam mencegah epidemi vape di kalangan generasi muda.

Peran Sekolah:

Integrasi dalam Kurikulum: Bahaya rokok elektrik perlu diajarkan dalam pelajaran IPA, pendidikan karakter, atau PPKn.

Gerakan Sekolah Bebas Vape sebagai norma bersama: Kampanye visual, lomba poster, dan kegiatan kreatif yang menyuarakan hidup sehat.

Sosialisasi ke Orang Tua: Libatkan wali murid dan komunitas dalam edukasi bahaya vape di rumah.

Peran Kampus:

Aturan Kampus Bebas Vape: Larangan jelas penggunaan dan penjualan vape di lingkungan kampus.

Kampanye Mahasiswa Kreatif: Ajak mahasiswa membuat konten edukatif tandingan, dengan pendekatan digital yang relevan.

Interdisipliner: Libatkan mahasiswa dari fakultas komunikasi, kesehatan, desain, dan psikologi untuk menciptakan kampanye kolaboratif.

Menjawab dengan Kreativitas Sehat

Industri vape menggunakan estetika visual dan narasi modern untuk memikat pasar muda. Maka, respons kita juga harus kreatif dan adaptif. Gunakan media sosial, konten video pendek, visualisasi infografis, hingga diskusi publik di kampus untuk membangun narasi tandingan yang kritis dan sehat.

Sebagai langkah strategis, penting untuk mengembangkan sebuah platform digital berbasis infodemik yang secara khusus menyasar Gen-Z. Platform ini dapat berupa website atau aplikasi edukatif yang memuat fakta-fakta ilmiah tentang bahaya vape, konten video pendek dari para ahli, testimoni pengguna yang berhasil berhenti, serta fitur interaktif seperti kuis dan forum diskusi.

Dengan pendekatan visual yang menarik dan gaya bahasa yang sesuai dengan generasi muda, platform ini dapat menjadi alat kontra-narasi terhadap romantisasi vape yang tersebar luas di media sosial. Kampanye ini juga bisa menggandeng influencer positif dan komunitas pelajar untuk memperluas jangkauan pesan.

Pilihlah Sehat, Bukan Sekedar Ilusi

Rokok elektrik bukanlah produk netral dan simbol kebebasan, namun ia adalah komoditas adiktif yang diselimuti estetika modern, menyusup ke sekolah, kampus, dan layar ponsel tanpa batas. Jika tidak ada intervensi, maka generasi masa depan akan tumbuh dalam ilusi bahwa merokok itu aman, selama wujudnya digital dan beraroma stroberi.

Kini saatnya memilih: Sehat atau sekadar ilusi? Institusi pendidikan tidak boleh diam. Sekolah dan kampus harus berdiri di garis depan, menciptakan budaya sadar, sehat, dan berani berkata: “Kreativitas harusnya menyelamatkan, bukan menyamarkan bahaya. Ingat jangan tertipu rasa dan asap—vape tetap nikotin, tetap adiktif”

Oleh: Dr. Minsarnawati, SKM, M.Kes (Dosen Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Email: minsarnawati@uinjkt.ac.id

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *