JAKARTA, Kicaunews.com -Pengurus Masjid Al Mukarromah menyampaikan sikap yang berbeda terkait maraknya permohonan THR. Ia tidak menanggapi negatif, tetapi menyoroti lemahnya keberadaan tanggung jawab sosial perusahaan yang ada di sekitar masyarakat. Sebagai contoh di wilayahnya ada perusahaan dengan potensi kebakaran tinggi, tetapi tidak perduli dengan edukasi tentang adanya kebakaran di wilayahnya tersebut.
“Potensi terganggunya kualitas hidup, sosial dan ekonomi warga jika terdampak kebakaran akan terabaikan,” katanya di acara dialog Ramadhan Masjid Al Mukarromah. Kegiatan dialog ini menghadirkan Noer Azhari Sekjen Wahana Muda Indonesia (WMI). WMI adalah komunitas peduli kebencanaan yang mengajak remaja dan jamaah masjid untuk menjadi relawan kebencanaan.
Ramdansyah yang juga etnografer ketika terjadi kebakaran kilang perusahaan BUMN di Indramayu, Jawa Barat menilai bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak melakukan identifikasi potensi masalah nyata yang akan dihadapi oleh Perusahaan dengan warga sekitarnya yang terdampak langsung, menurutnya.
Ramdansyah adalah Ketua Umum Yayasan Mesjid Jami’ Al Mukarromah Koja, mengatakan bahwa masjid Al Mukarromah berada di lingkaran atau ring nol terkena dampak bencana kebakaran dari perusahaan BUMN yang ada di wilayahnya. Masjid jami yang memiliki luas masjid 3.000 meter persegi di wilayah Lagoa, Kecamatan Koja ini ada di sekitar kilang-kilang minyak Pertamina.
Noer S. Azhari yang menjadi pembicara dalam diskusi mengiyakan apa yang disampaikan Ramdansyah. Bahkan menilai tidak adanya upaya literasi dalam bentuk edukasi ke masyarakat dapat memicu terjadinya kerusuhan sosial ketika ada bencana seperti kebakaran.
“Perlu dicari keyperson stakeholders yang tepat, untuk melakukan mediasi, konsultasi, dialog dan komunikasi,” terangnya. Pengurus masjid dan jamaahnya yang ada di ring nol dan ring satu merupakan pemangku kepentingan yang harus didekati.
Noer S. Azhari menambahkan bahwa ditengah keresahan akibat isu pencampuran bensin yang menyebabkan berpindahnya pengguna kendaraan motor roda dua dan roda empat ke SPBU-SPBU asing, maka sudah tepat menjadikan masjid sebagai basis edukasi masyarakat untuk menetralkan terkait rumor yang ada di masyarakat.
Ramdansyah menambahkan bahwa selain edukasi kepada masyarakat tentang perusahaan, juga diperlukan sebuah penilaian cepat atau rapid assessment terhadap kejadian bencana. Ia mencontohkan seperti kebakaran Depo Pertamina Plumpang Jakarta pada Jumat 3 Maret 2023 malam itu. Ia mengungkapkan bahwa kebakaran seperti itu bukanlah peristiwa pertama di Plumpang. Ia menambahkan bahwa pada hari Minggu, 18 Januari 2009 kejadian serupa juga pernah terjadi di Depo Plumpang.
“Kalau masyarakat tidak diberikan edukasi terkait tanggap bencana, maka dikhawatirkan masyarakat akan menjadi korban ketika terjadi kebakaran. Apalagi sejumlah kilang tidak hanya ada di Plumpang, tetapi juga di Lagoa dimana masjid kami berada. Tidak adanya edukasi dengan di wilayah ring nol, berpotensi menyebabkan dampak yang lebih luas” ujar Ramdansyah yang memiliki latar belakang ahli kesehatan masyarakat.
Ditanya media apakah perusahaan-perusahaan yang memiliki potensi memiliki dampak bencana kebakaran pernah memberikan edukasi terkait mitigasi bencana kebakaran, Ramdansyah merespon negatif. “Sejauh ini kami mengajak perusahaan-perusahaan untuk melakukan kontribusi nyata, seperti edukasi. Tidak pernah ada tanggapan”. Ia menilai bahwa kondisi ini berpotensi merugikan perusahaan-perusahaan itu. Kalau ada rumor terkait masalah pencampuran bensin, maka masyarakat tidak perduli. Menurutnya, perusahaan-perusahaan ini seharusnya melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan, sehingga masjid dapat dijadikan basis untuk edukasi baik terkait tanggap bencana maupun isu-isu buruk dari perusahaan milik negara. “Ketidakperdulian perusahaan terkait tanggung jawab sosial dapat menyebabkan permohonan proposal THR yang dilakukan sejumlah Ormas. Seharusnya mereka dirangkul dengan memberikan edukasi terkait dengan keberadaan perusahaan” tambah Ramdansyah.
Dalam wawancara dengan Radio Elshinta Ahad pagi (23/3/2025) Ramdansyah memberikan update kondisi masjidnya sekarang ini. “Jadi sekarang ini mereka sedang melakukan itikaf di masjid kami. Kemarin yang terdaftar 71 orang dan mudah-mudahan akan sampai lebih dari 100 yang akan menginap di masjid kami,” ujar Ramdansyah, di acara dialog interaktif
Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, banyak warga yang beri’tikaf di masjid. Misalnya seperti di Masjid Al Mukarromah Koja, Jakarta Utara. Itikaf dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan Lailatul Qadar.
“Karena masjid kami cukup besar, ada tiga lantai, 71 orang ini tidak harus menyiapkan tenda. Kita punya ruang-ruang juga, punya tempat yang cukup luas dan kemudian malam mendengarkan hikmah, kemudian melakukan shalat malam,” imbuh Ramdansyah.
Ketika ditanya pembawa acara dialog, saat 10 hari terakhir Ramadhan, kenapa hanya orang orang tertentu yang mampir ke masjid? Tidak semua orang kemudian kok nampaknya lebih senang main ke jalan dan jadi macet ibaratnya kalau sore dan malam kita lihat?
Ramdansyah menjelaskan, bahwa setiap hari puncaknya Ramadhan adalah yang namanya menjelang magrib. Menjelang berbuka mereka harus membeli kebutuhan.
Dalam arti kalau berbuka itu kalau sudah lebih dari hari pertengahan hari ke 15, orang sudah mulai malas bikin makan-makanan berbuka. Hematnya mereka ini lebih senang membeli ketimbang membuat makanan berbuka. Ini dianggap merepotkan. Ramdansyah menganggap ini adalah hal wajar.
“Jadi puncaknya jam 5 sangat padat, tapi wajar. Kemudian kenapa sih banyak orang padat di jalan. saya rasa itu masih normal yah karena dari pagi sampai siang itu umumnya aktivitas tidak ada di jalan,” ujar Ramdansyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Panwaslu Provinsi DKI Jakarta.
Lebih lanjut Ramdansyah mengatakan, kalau di Masjid Al Mukarromah itu awal Ramadhan pembagian takjil kurang begitu ramai. Awalnya cuma 200 penerima manafaat kemudian meningkat menjadi 250. Setelah itu meningkat menjadi 300. Sekarang ini sudah diangka 350.
“Tetapi akhirnya peserta yang datang itu bahkan mencapai 400 bahkan sampai 500 an. Kita hentikan diangka 350. Kenapa? karena mereka punya kemampuan untuk beli makanan di pinggir jalan, di warung-warung segala macam sampai bikin kemacetan. Tetapi kemudian ada juga jemaah yang kehabisan dana. Di tengah-tengah bulan sudah tidak ada dana, sudah nggak punya duit kira-kira gitulah. Mereka ikut makan takjil ditempat kami dan jumlahnya juga cukup banyak melebihi dari 350 orang,” jelas Ramdansyah.
“Kegiatan itu di backup setiap hari oleh dua pemberi takjil, dua donatur. Tapi kalau memang kurang, kami dari pihak masjid juga menambahkan. Kurang lebih total itu kira-kira di 5 sampai 6 juta rupiah. Kemudian tambahannya tergantung, kalau ada yang nyumbang 2 juta maka kami tambahkan sekitar 3-4 juta. Nah ini rutin ini kami lakukan. Karena ini bulan Ramadhan biasanya jamaah atau warga itu kerap menyumbang ke masjid, karena bulan Ramadhan dianggap sebagai bulan penuh rahmat, berkah, dan ampunan. Mereka lalu memberikan dana yang diamanahkan kepada kami untuk kami untuk disampaikan kepada para kaum fakir miskin,” imbuhnya
Ramdansyah menjelaskan, pihaknya tidak hanya memberikan takjil di Masjid, tetapi juga ada pekan diskusi Ramadhan. Diawali dengan kirab atau pawai anak-anak di Masjid.
“Artinya masjid itu tempat untuk dialog dan diskusi disamping pemberian makanan takzil. Artinya saya mau bilang masjid bukan hanya untuk beribadah. Tapi juga untuk berbagi ilmu pengetahuan,” ujar Ramdansyah.
Masjid Al Mukarromah menyelenggarakan kegiatan Pekan Ramadhan dimulai pada tanggal 5 Maret 2025. Pembukaan kegiatan dihadiri oleh Hery Susanto Komisioner Ombudsman RI. Walikota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim diwakili oleh Muhammad Andri selaku Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat.
Pada hari keempat M. Ichwan Ridwan atau kerap dipanggil Bang Boim selaku Komisaris BUMD di Jakarta Experience Board menjadi narasumber.
Bang Boim yang juga ketua Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Jakarta Raya (MW Kahmi Jaya) memberikan kemudahan kepada peserta Pekan Ramadhan Masjid Al Mukarromah apabila mereka membutuhkan rekomendasi magang (PKL) di sejumlah perusahaan dalam pengawasan Bang Boim, maka dapat meminta rekomendasi kepada pihak masjid untuk diteruskan kepada institusinya.
Kapolsek Koja Kompol Andry Suharto menjadi narasumber Pekan Pesantren Ramadhan yang kelima. Pada Senin (10/03/2025) Komisioner Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Sakhroji menjadi narasumber tentang kepemimpinan amanah di ruang VIP Aula Masjid Al Mukarromah Koja.
“Intinya adalah masjid tempat pembelajaran, tidak hanya kemudian ceramah keagamaan saja. Misalkan yang rutin kami lakukan pada jelang tarawih, atau subuh dimana ada taklim subuh,” jelas Ramdansyah.
“Kami juga melakukan tadi yang kami sebutkan, dialog. Contoh Hery Susanto Komisioner Ombudsman RI, jadi ada yang namanya Ngaji Layanan Publik. Masjid menjadi kepanjang tanganan Ombudsman. Misalkan terkait bagaimana mengawasi pelayanan publik seperti itu. Ini kita lakukan. Tapi juga masjid kita dorong, ini anak-anak sekolah yah. Untuk mencegah tawuran. Kita bikin diskusi dengan Kapolsek, dengan Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Ahmad Fuady. Itu dialog mereka bikin waktu 60 menit maksimum. Tentang bahaya tawuran,” imbuhnya.
Selain itu jelas Ramdansyah, pihaknya juga mengajak pemuda untuk ikut menjadi relawan tanggap bencana. Pihaknya mengundang Noer Azhari Sekjen Wahana Muda Indonesia (WMI). WMI adalah komunitas peduli kebencanaan yang mengajak remaja dan jamaah masjid untuk menjadi relawan kebencanaan.
“Saat banjir di Bekasi, Karawang dan Jakarta Selatan, kita hadirkan bahwa masjid juga bisa menjadi tempat untuk relawan-relawan. Ini menarik menurut saya, karena sumber daya masjid cukup banyak yah Jamaahnya..Ini kemudian harus disalurkan, ada anak-anak muda yang menyukai tantangan. Dari pada mereka ikut tawuran, lebih baik diarahkan untuk ikut relawan tanggap bencana. Relawan kongkrit bisa ikut untuk membantu masyarakat yang terkena bencana,” ujar Ramdansyah.
Fungsi masjid kaitannya dengan hubungan horizontal masyarakat?
“Saya setuju adanya spiritualitas horizontal. Karena tadi ketika Elshinta mengajak untuk diskusi dengan tema spiritualitas. Spiritual selalu dianggapnya vertikal, tapi ada semangat spiritualitas yang namanya kesalehan sosial. Kesalehan sosial itu apa?, coba deh kita lihat tadi saya menyebut bahwa yang dagang makin banyak dan kemudian yang ikut berbuka takzil di Masjid bukannya makin dikit menjelang lebaran, justru semakin banyak. Artinya tingkat kemiskinan atau kesulitan orang banyak semakin besar. Kemampuan beli masyarakat semakin rendah. Itu terjadi hari ini. Apa fungsi masjid, fungsi masjid mencari solusi meminimalkan tingkat kemiskinan, dengan cara apa? Dengan memberikan pelajaran best practice. Misalkan kami kami coba membuat unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM,” jelas Ramdansyah.
Kemudian ada unit Janaiz (unit jenazah). Contoh di Lagoa, Jakarta Utara. Ramdansyah mencontohkan bahwa ditemukan ada beberapa warga yang tidak mampu untuk membeli kain kafan, ketika ada keluarganya meninggal tiba-tiba. Padahal yang meninggal adalah tulang punggung keluarga. Di sini perusahaan-perusahaan besar seharusnya memiliki kontribusi nyata terhadap kondisi real yang ada di sekitar masjid yang ia kelola.
“Ada unit janaiz, bahkan unit janaiz kami, unit jenazah, memberikan pelayanan terbaik dalam hal pemulasaran jenazah itu. Bahkan, melayani dari rumah sakit, dijemput, kemudian dimandikan, dikafankan, dishalatkan, kemudian diantar ke kuburan, lalu kita ikut memberikan ceramah ketika pengajian. Artinya apa? Masjid punya pelayanan sosial,” ujarnya.
Wd