BEKASI, KICAUNEWS.COM – Sejumlah keluarga di Cluster Setia Mekar Residance 2, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat terpaksa merelakan rumah mereka digusur. Kelima rumah korban penggusuran tersebut milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi dan korporasi Bank Perumahan Rakyat (BPR).
Penggusuran ini dilakukan bersama dengan 27 bidang tanah lainnya di Cluster Mekar Residence 2. Meski sang pemilik rumah masing-masing mengantongi sertifikat hak milik (SHM), mereka tetap harus terusir dari rumah tersebut. Sertifikat ini juga masih sah karena tidak ada putusan pengadilan yang membatalkannya.
penggusuran rumah dengan SHM ini membuat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid turun tangan. Kasus ini bermula dari konflik antara Djuju dan Hamid. Djuju yang memiliki tanah 3,6 hektar sejak 1973 menjual kepada Abdul Hamid dengan membuat Akta Jual Beli (AJB) pada 1976.
Setelah proses jual beli, Hamid yang tidak segera melakukan prosedur balik nama, dimanfaatkan oleh Djuju untuk menjual kembali tanah tersebut kepada Kayat. Sementara, Kayat yang merasa sudah memiliki AJB langsung membalik nama tanah tersebut.
“Akibat balik nama, kemudian muncul sertifikat atas nama Kayat dengan nomor sertifikat 705, 706, 704, 707,” jelas Nusron.
Dalam hal ini, korban penggusuran yang hadir yakni Asmawati, Yaldi, dan Mursiti menduduki lahan yang sudan dilengkapi Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 706 dari Kayat, yang notabene merupakan sertifikat induk dan terbit pada tahun 1982. Sementara itu, Mimi Jamilah yang merupakan ahli waris Abdul Hamid melayangkan gugatan terhadap Kayat. Dalam gugatannya, ia menganggap AJB tahun 1982 batal.
”Dari gugatan ini, terungkap bahwa transaksi jual beli lahan antara Djuju dan Abdul Hamid bermasalah,” imbuh Nusron. Djuju membatalkan sepihak jual beli lahan tersebut setelah Abdul Hamid gagal membayar keseluruhan nilai lahan. Gugatan yang diajukan Mimi didasarkan pada AJB antara Djuju dan Abdul Hamid.
(Red/Okt)