kicaunews.com — Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang dibentuk sejak tahun 1950 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 Tentang Penghapusan Kantor Urusan Pegawai Yogyakarta dan Jawatan Urusan umum Pegawai Jakarta serta Pembentukan Kantor Urusan Pegawai Yang Baru, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972 tentang Badan Adminsitrasi Kepegawaian Negara , Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1984 dan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2024 tentang Badan Kepegawaian Negara ditetapkan sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah dan bertanggungjawab kepada PRESIDEN melaui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berFungsi untuk menyempurnakan, memelihara dan mengembangkan Administrasi Negara di Bidang Kepegawaian sehingga tercapai kelancaran jalannya Pemerintahan.
Pemerintahan Indonesia dalam pasca reformasi disuguhkan dengan berbagai kejadian yang sangat luar biasa dalam Hal ini terkait Jual Beli Jabatan di tatanan Penyelenggara Negara, sehingga berbagai usaha dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk dapat mencegah perbuatan itu berkelanjutan secara terus menerus yang sangat berdampak pada pelayanan kepatuhan dan kedispilinan serta karir bagi pegawai pemerintahan. Dalam melaksanakan tugasnya BKN mengacu pada UU 30 tentang Administrasi Pemerintahan, UU 23 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang telah diubah dengan UU 20 tahun 2023
Melalui Surat Edaran Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian yang telah diubah beberapa kali sejak tahun 2016 dilandasi oleh Undang – undang Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 14 ayat 1 , ayat 2 dan ayat 7 yang pelaksanaannya mengacu pada point 3 Huruf b angka 11 dalam surat Edaran Kepala BKN yaitu Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas melaksanakan tugasnya untuk paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 bulan., Adapun larangan bagi Pelaksana Tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap adalah tidak berwenang mengambil keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran.
Bahwa yang dimaksud dengan “keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis” adalah keputusan dan atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan dan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah. yang dimaksud dengan “perubahan status hukum kepegawaian” adalah melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.
Sanksi bagi Pejabat Pelanggar Administrasi Pemerintahan
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur tentang pengawasan dan pengendalian administrasi pemerintahan, khususnya: Pengawasan terhadap penyelenggaraan administrasi pemerintahan dilakukan untuk memastikan efisiensi, efektivitas, dan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan. Hal mana Pengawasan dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan/atau lembaga pengawasan. Jika dalam pengawasan ditemukan pejabat yang melakukan pelanggaran dikenai Sanksi administratif meliputi teguran, peringatan, penundaan kenaikan pangkat, dan pemberhentian dari jabatan. Dan Sanksi Pidana untuk pelanggaran administratif termuat dalam Pasal 63 pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar bagi pejabat yang melakukan pelanggaran administratif, Pasal 64 pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta bagi pejabat yang tidak memenuhi kewajiban administratif, Pasal 65 pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta bagi pejabat yang melakukan kesalahan administratif, dan Pasal 66 pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta bagi pejabat yang tidak mematuhi prosedur administratif. Dan Sanksi Tambahan berupa Pemberhentian dari jabatan, Pembatalan keputusan administratif dan Pengembalian keuangan negara.
Sanksi Pejabat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang –undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Undang – undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam melaksanakan pemerintahan yang mana Sanksi Administratif Bagi Pejabat Daerah pada pasal 71 dan Sanksi Pidana Bagi Pejabat Daerah pada Pasal 72 dan 73 berbunyi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar bagi pejabat yang melakukan pelanggaran administratif, pembatalan keputusan administratif dan pengembalian keuangan negara.
Sanksi Pejabat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang – undang Hukum Pidana mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan oleh pegawai atau pejabat, termasuk Penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi, Penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan Perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi negara
Pasal 244 berbunyi Barangsiapa sebagai pegawai atau pejabat, dengan melawan hukum, menggunakan wewenangnya untuk melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 900.000.000.” dan “Jika perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara, pidana penjara dapat ditingkatkan menjadi 7 tahun” dan pada Pasal 245 disebutkan Barangsiapa sebagai pegawai atau pejabat, dengan melawan hukum, menggunakan kekuasaannya untuk melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak Rp 1.400.000.000. dan Jika perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian besar bagi negara, pidana penjara dapat ditingkatkan menjadi 10 tahun.
Sanksi Pejabat dalam Undang – undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pada Pasal 2 disebutkan bahwa Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menggunakan kesempatan dari jabatan atau kedudukan, dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000. dan Pasal 3 berbuniy bahwa Setiap orang yang dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum melakukan tindakan berupa Menggunakan kewenangan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dan Menyalahgunakan kewenangan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sebagaimana bunyi pasal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan bahwa syarat sahnya keputusan administratif pemerintahan meliputi Syarat Formal berupa Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan Ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Syarat Materiil berupa Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Wajibnya asas KEPATUHAN Bagi Pejabat Pemerintahan atas pengelolaan Administrasi Pemerintahan dan Kepegawaian yang merupakan satu kesatuan ukuran tercapainya pemerintahan yang goodgovernance yang berbasis pada peraturan perundangan dalam upaya menilai kualitas kinerja tata kelola Administrasi Pemerintahan dan Kepegawaian yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan dalam setiap tahun anggaran.
Olehnya itu pentingnya fungsi dan peranan lembaga pengawasan dalam hal ini BPK ,Kejaksaan, dan KPK yang telah diamanahkan dalam UU 30 dan UU 23 tersebut untuk tidak berdiam diri menyikapi persoalan carut marutnya tata kelola pemerintahan khusus bidang teknis kepegawaian yang mendudukan para pejabat yang tidak sesuai regulasi, yang mana UU Administrasi Pemerintahan telah memerintahkan dalam pasal 70 untuk segera dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan jika terdapat pelanggaran administratif dalam pengangkatan Pelaksana Tugas Jabatan (PLT).
UNTUK ITU LEMBAGA BPK, KEJAKSAAN DAN KPK melakukan pengawasan terkait Jabatan Pelaksana Tugas PNS dipemerintahan daerah yang telah melampaui masa jabatan 2 x 3 bulan sebab telah melanggar ketentuan perundangan yang berlaku dan diduga kuat terjadinya transakasi Jual Beli Jabatan Pelaksana, Melakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak terkait dalam hal ini Kepala Daerah, Sekda dan BKD terkait Jabatan Pelaksana Tugas PNS yang telah melampaui masa jabatan 2 x 3 bulan sebab telah melanggar ketentuan UU 30, UU 23 dan UU 21 , Melakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak terkait dalam hal ini Kepala Daerah, Sekda dan BKD terkait Jabatan Pelaksana Tugas PNS yang telah melampaui masa jabatan 2 x 3 bulan sebab telah melanggar ketentuan KUHP , DAN Melakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak terkait dalam hal ini Kepala Daerah, Sekda dan BKD terkait Jabatan Pelaksana Tugas PNS yang telah melampaui masa jabatan 2 x 3 bulan sebab telah melanggar ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi
Kendari 10 Januari 2025
Kendari 10 Januari 2025
PENULIS ADI YUSUF TAMBURAKA ADALAH ; KETUA FORUM KOMUNIKASI PEMBERANTASAN KORUPSI SULAWESI TENGGARA (FKPK SULTRA DIDIRIKAN DAN TERDAFTAR OLEH NEGARA SEJAK TAHUN 2005 SAMPAI SEKARANG).
Beranda
Berita
Pelanggaran Hukum Administrasi Pemerintahan Melahirkan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Bagi Pejabat Penyelenggara Negara
Pelanggaran Hukum Administrasi Pemerintahan Melahirkan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Bagi Pejabat Penyelenggara Negara
TIJAR6 min baca