Raja Ampat, Kicaunews.com – Kondisi PILKADA Pertama di Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua Barat Daya mengalami Kontroversi, dimana hasil putusan MRPBD yang menyatakan salah satu Pasangan Cakada dan Cawakada bukan Orang Asli Papua (OAP).
Perhelatan politik daerah yang kian berdinamika mengundang berbagai macam elemen Masyarakat angkat bicara terkait kondisi politik Pilkada Papua Barat Daya.
Pengamat Politik Muda Raja Ampat Bram Umpain Dimara, dimana MRPBD sebagai Lembaga Kultur tidak pernah lakukan Studi Kelayakan dalam menguji UU PILKADA No. 10 Tahun 2016 karena dari sisi Legal Standingnya KPU tetap mengacu pada UU PILKADA,” ujarnya, Waisai, (20/09/2024), jumat.
Lebih lanjut Bram menyampaikan, “jika dilihat dari Kedudukan Hukum dalam Wilayah NKRI dimana Peraturan tetap secara teknis melaksanakan perintah UU tersebut bukan sebaliknya peraturan KPU mengesampingkan UU PILKADA dan menggunakan dasar keputusan MRPBD yang ada nanti teknis pelaksanaannya akan menjadi Eror,” pungkasnya
Bram juga menyampaikan bahwa KPU Prov. PBD adalah Lembaga Penyelenggara Pemilu dan Pilkada jadi diatur oleh UU Pemilu dan UU PILKADA dan tidak boleh di Intervensi oleh Lembaga lainnya ini soal Kewenangan Khusus (Special Authority) Prakteknya itu dalam hal proses legal drafting, KPU adalah pelaksana UU Pilkada sebagai Penyelenggara, bukan pelaksana Putusan MRPBD sebab KPU bukanlah Lembaga Adat yang harus di Intervensi.
Soal Teknis Tupoksi MRPBD itu belum termuat dalam Undang-undang Pemilu dan PILKADA sehingga harus ada Persyaratan Khusus seperti yang dipaksakan oleh MRPBD untuk Wilayah Pemilihan Kepala Daerah Papua Barat Daya yang dilandaskan pada bentuk Pemerintahan OTSUS secara Umum. tambahnya.
Hal itu merupakan gambaran seluruh Indonesia bukan secara khusus untuk Papua Barat Daya dengan dalil bahwa rekomendasi MRPBD itu merupakan syarat, sangatlah keliru sebab syarat tersebut harus termuat dalam UU Pemilu atau UU PILKADA yang menjadi rujukan pelaksanaan oleh KPU PBD.
Jadi secara Khusus MRPBD hanya memberikan pertimbangan soal status Calon OAP tersebut namun tidak diberikan kewenangan menggugurkan Calon tersebut karena syarat yang dipenuhi oleh Calon tersebut mengikuti syarat Nasional yang ditentukan KPU yang telah termuat dalam UU PILKADA.
“MRPBD bukanlah Lembaga Penyelenggara Politik OAP melainkan Lembaga Kultur atau/ Representatif OAP dalam UU Otsus sangat jelas jadi Persyaratan MRPBD tidak bisa dipaksakan untuk menjadi syarat dalam PILKADA sehingga harus KPU melaksanakan Putusan MRPBD juncto UU Nomor 10 tahun 2016 tentang PILKADA sedangkan tentang Konstitusi dimana Undang undang OTSUS telah menjelaskan dan tidak menghapus Hak Manusia Perempuan Papua, bukan atau/ Hak Orang Perempuan Papua, oleh karenanya Perempuan Papua adalah Makhluk Ciptaan Tuhan juga yang tidak dapat dipisahkan dari kategori Sosial itumaka Manusia Perempuan PAPUA tidak dapat dikategorikan sebagai Orang atau/ Badan Hukum yang dapat dihapus dengan mudah karena Intervensi MRP-PBD itu,” ucap Bram lewat Pesan Whatsappnya.
Lanjut Bram Umpain Dimara, Lembaga MRPBD harus berkaca tentang PEMILU atau PILKADA dalam Wilayah Otonomi Khusus seperti Provinsi ACEH dan JOGJA dimana Status KPU harus berubah menjadi Komisi Independent Pemilihan atau/ KIP yang memiliki Kewenangan Khusus membentuk Partai Politik Lokal pada Daerah Pemilihan Khusus, turunannya yaitu PERDASUS dan PERGUB soal lambat dan cepatnya Produk produk diatas tidak bisah digantikan oleh MRPBD yang menjadi landasan Hukum dalam Pelaksanaan PILKADA di Provinsi Papua Barat Daya, apalagi KPU memiliki sifat Independent dan Parpol memiliki Sifat Nasionalisme demi menjaga Keutuhan NKRI. Tutup Bram Politisi Muda Raja Ampat.
(Red)